Kehidupan malam baru saja berangkat menanjak gulita. Suasana desa Baturan terasa lenggang. Angin berembus menyelusup celah-celah rumah Ibu Norma yang hanya ditemani anak lelaki semata wayangnya. Pikirannya gelisah menanti pagi. Pagi yang kelam sekelam mimpinya kemarin malam. Suami yang sangat dicintainya, yang telah menghidupinya dengan segala kemewahan dunia dan kemanjaan birahi, terkena skandal “Desa Gate”.
Kasus korupsi penyalahgunaan subsidi kesejahteraan masyarakat desa. Sebagai kepala desa, suami ibu Norma bertanggung jawab atas lancarnya dana tersebut di terima masyarakat prasejahtera. Rupanya nasib menentukan lain. Masyarakat sekarang mulai kritis dan penegakkan hukum sangat diperhatikan aparat pemerintah. Masyarakat sangat antipati melihat kebobrokan aparat desanya. Maka dijebloskanlah suami ibu Norma ke penjara. Segala perbuatannya selama sekian tahun diam-diam diintip oleh aparat pemerintah yang bernaung dalam badan yang bernama PKKN “Pemberantas Korupsi Kolusi dan Nepotisme”. Bukti-bukti yang telah dikumpulkan, meja pengadilan telah siap membeberkan dalil-dalil pembenaran atas kasus suami ibu Norma. Bila terbukti hukumnya MATI.
Dengan berdandan seadanya dan pikiran yang masih gundah. Ibu Norma melangkah masuk menemui suaminya. Penjagaan sangat ketat. Empat orang polisi mendampingi percakapan ibu Norma dan suaminya. Ibu Norma menjauh memandangi jendela yang terkurung besi kokoh. Saat suaminya berusaha membuka percakapan dengan anaknya.
“Bapak kapan pulang” dengan tatapan lugu anaknya bertanya pada bapaknya. Deg jantungnya serasa disetrum berpuluh-puluh watt listrik tegangan tinggi. Jantungnya serasa hangus dan jiwanya serasa terbang mendengar pertanyaan anaknya. Tidak tahukah anaknya, besok bapaknya akan dihukum mati. Vonis sudah keluar, segala banding sudah tidak berguna. Masyarakat dan pemerintah begitu bersatu menentang segala bentuk ketidaksenonohan oknum pemerintah.
Ibu Norma segera merangkul anaknya seraya melangkah keluar. Besok pukul 12.00 siang eksekusi mati atas diri suami ibu Norma akan dijalankan. Permintaan terakhir suaminya, meminta persetubuhan dengan istrinya. Didalam ruang yang tertutup dengan lampu yang temaram, ibu Norma dan suaminya bugil saling menatap tubuh satu persatu. Dirabanya dada suaminya yang bidang. Suaminya memagut bibir ibu Norma dan meremas buah dadanya yang masih kencang. Dihisapnya puting susu ibu Norma.
“Ahh..” desahan napas ibu Norma memantul setiap dinding ruang 3×4 tersebut. Desiran darah dan birahinya memuncak, menghilangkan kekalutan pikirannya. Puting susu ibu Norma mengeras pertanda birahinya memuncak. Kemaluan suaminya menegang siap memasuki vagina ibu Norma yang telah sekian lama tidak tersentuh senjata tumpul. Dalam kondisi masih berdiri, BLESS.. sedikit kesat kemaluan suaminya menerobos dinding vaginanya.
“Ahh.. trus pak..ahh..masukkan yang dalam..ahh..” dengan suara sedikit serak mengandung birahi, ibu Norma sangat menikmati vaginanya diterjang dan dimaju mundurkan oleh suaminya.
Dinding-dinding vaginanya mencengkeram batang kemaluan suaminya. BLEP..BLEPP..SRETT..SRETT.. bunyi kemaluan dan vagina yang sangat klasik. Dinding-dinding vaginanya sedikit demi sedikit mengeluarkan cairan pertanda kepuasan duniawai telah direngkuh. Matanya memejam merasakan sensasi yang luar biasa. Otot-otot vagina mulai mengendur dan cairannya membahasi lubang vaginanya. Suaminya semakin cepat memainkan kemaluannya. Maju mundur maju mundur, pantatnya bergoyang.
“Ahh..aku mau keluar.. bu..” semakin keras goyangan badan suaminya. Desiran nafsu birahi ibu Norma kembali memuncak. Otot-otot vagina ibu Norma mulai berkedut-kedut mencekram lebih kuat kemaluan suaminya.
“Ahh..keluar pak..keluar sama-sama.. ahh..” Crot-crort..crroott.. semburan sperma suaminya bercampur dengan cairan ibu Norma, Banjir! Lubang vaginanya basah oleh cairannya dan sperma suaminya. Satu dua menetes sperma suaminya keluar dari celah-celah lubang vaginanya. Dirangkulnya suaminya, seraya menangis.
Enam bulan telah berlalu. Kematian suaminya masih menyisakan kesedihan yang mendalam. Rumah yang jauh dari keramaian serta hanya ditemani oleh anak semata wayangnya, benar-benar membuat stress pikiran ibu Norma. Pikirannya kembali menerawang saat ibu dan anak tersebut menonton TV. Ibu Norma membayangkan saat-saat percintaannya dengan suaminya. Begitu romantis dan indahnya hidup saat itu. Airmatanya tak kuasa menerobos celah-celah kelopak matanya.
“Ibu, jangan menangis ya..” dengan lugu, seorang anak berumur delapan tahun menghapus airmatanya.
“Tidak, nak.. Ibu hanya kangen dengan bapakmu” matanya sembab memandang anaknya. Diusapnya rambut anaknya dengan kasih sayang. Diciumnya rambut anaknya, pipi dan bibir anaknya. Anak kecil yang lugu itu membalas ciuman ibunya dengan kasih sayang. Ibu Norma seperti menemukan gairah hidup, semangat membara.
Desiran darahnya perlahan-lahan berusaha naik, menguasai saraf-saraf birahinya. Ibu Norma benar-benar terlena dengan keadaan itu. Dilumatnya bibir anaknya dengan sedikit nakal. Seolah-olah roh suaminya masuk kedalam raga anaknya. Anak kecil berumur delapan tahun, pandai memberikan rangsangan birahi kepada ibunya. Diremasnya susu ibu yang masih terbalut pakaian. Satu persatu dibukanya kancing pakaian ibunya. Ibu Norma membiarkan kenakalan tangan anaknya. Pikirannya berkecamuk antara dua sisi black and white.
Antara birahi dan sayang bedanya sangat tipis. Saat sekujur tubuh telah dirasuki saraf-saraf nakal birahi, saat itulah nafsu akan muncul. Lumatan bibir kedua anak manusia yang dibatasi oleh status hidup, Ibu dan Anak makin menjadi-jadi. Ibu Norma begitu agresif melumat bibir anaknya. Dengan pakaian yang telah terbuka dan susu yang menggantung, ibu Norma membuat kemaluan anaknya menjadi keras. Perlahan-lahan dibukanya celana pendek anaknya. Kemaluan kecil tersebut tidak malu-malu lagi mendongak ke atas. Sepertinya kemaluan kecil tersebut masih bingung menunggu intruksi dari ibunya. Dengan lembut tangan ibu Norma meremas kemaluan kecil anaknya.
Berkali-kali diusapnya ujung kemaluan anaknya. Terlihat mata si kecil merem melek merasakan sensasi yang sangat luar biasa dan pertama baginya. Dengan tanpa disangka-sangka, ibu Norma melepaskan pagutan-pagutan dibibir anaknya. Bibirnya kemudian mencium kemaluan anaknya. Dari ujung kemaluan kecil tersebut hingga kedua pentol anaknya dilumatnya tanpa sisa. Dikulumnya kemaluan tersebut, dihisapnya dengan perlahan-lahan, maju-mundur kepala ibu Norma memasukkan kemaluan anaknya hingga memenuhi rongga-rongga mulutnya.
Birahi ibu Norma meledek-ledak membakar setiap sendi-sendi tubuhnya. Menjalar dari atas menyelusupi setiap tubuhnya hingga memuncak, membuatnya kehilangan daya pikir. Dilepasnya seluruh pakaiannya hingga tubuhnya polos tanpa ditutupi sehelai benang pun. Kedua susunya menggantung bebas menantang seakan ingin memamerkan kepada anaknya. Jamah diri ibumu sayang, reguk setiap tubuhku, nikmati nikmati kenikmatan duniawi ini bersama ibu. Seakan mengerti atau naluri purbanya menuntun, sikecil segera menghisap puting ibunya. Srep srep bunyi hisapan mulut anaknya menghisap susu ibunya. Hisapan yang berbeda saat sikecil menyusui mencari air susu ibunya.
Hisapan tersebut membuat sekujur tubuh ibu Norma meregang menahan geli. Begitu tidak tahan birahinya. Dengan perlahan ibu Norma merebahkan badannya di sofa merah tersebut. Kedua pahanya terbuka menantang, mempertontonkan lebatnya bulu-bulu kemaluannya. Berkedut-kedut vagina ibu Norma pertanda birahinya begitu memuncak. Dituntunnya kemaluan anaknya memasuki lubang vaginanya. B l e s.. tiada kata-kata yang dapat diucapkan, hanya erangan napas birahi ibu Norma dan bunyi paha keduanya beradu menimbulkan bunyi persetubuhan yang khas. Mata anaknya sedikit terpejam merasakan sensasi pertama baginya. Otot-otot kemaluannya sedikit memerah, menampakkan goresan.
“Ah ah ah” dari mulut anak kecilnya terdengar sembari menggoyangkan badannya. Maju dan mundur.
“Trus trus sayang.. ah.. ohh..” Ibu Norma melenguh memejam matanya. Rupanya kenikmatannya telah sampai. Pikirnya, walaupun kemaluan anaknya tidak begitu besar khas kemaluan anak-anak, rupanya bisa juga membuat dirinya terlena. Cengkeraman dinding vaginanya tidak begitu erat mencekram kemaluan anaknya. Dengan bebasnya kemaluan anaknya maju dan mundur mengikuti irama persetubuhan kedua orang manusia. Bles..bless..bless..
“Ibu.. aku mau piipiiss..” Sambil menarik badannya, sehingga crroott.. croott.. keluar sperma dari ujung kemaluan anaknya.
Muka dan buah dada ibu Norma terciprat oleh sperma anaknya. Anaknya hanya mematung memandang kemaluannya yang masih tersisa ceceran sperma. Sedikit demi sedikit ceceran spermanya jatuh pada paha ibu Norma. Ibu Norma hanya tersenyum melihat sikap anaknya yang terkesan bingung. Mungkin dia berpikir akan keluar air kencing, sehingga menarik kemaluannya. Padahal kalau di keluarkan didalam sensasinya akan lain. Dasar anak-anak, pikir ibu Norma.